Langsung ke konten utama

Tekanan darah tinggi dapat merusak kemampuan kognitif otak

Tekanan darah tinggi alias hipertensi identik dengan penyakit jantung. Tapi sebuah studi baru mengungkapkan bahwa hipertensi, terutama pada arteri yang menyuplai darah ke kepala dan leher dapat dikaitkan dengan penurunan kemampuan kognitif otak.

Tim peneliti dari Australia mengatakan bahwa penderita tekanan darah tinggi di arteri atau pembuluh darah sentral, termasuk aorta dan arteri karotis (pembuluh yang memasok darah ke bagian leher dan kepala) mempunyai skor tes pemrosesan visual yang lebih rendah, termasuk kecepatan berpikir lebih lambat alias lelet dan kemampuan rekognisi (mengenali sesuatu) yang lebih buruk.

"Biasanya pengukuran tekanan darah diambil dari arteri brachial di lengan, tapi ternyata mengamati kondisi arteri sentral bisa jadi cara yang lebih sensitif untuk menilai kemampuan kognitif seseorang. Sebab arteri sentral mengendalikan aliran darah ke otak secara langsung," tandas peneliti Matthew Pase dari Center for Human Psychopharmacology, Swinburne University, Melbourne.

"Jadi jika kita dapat memperkirakan tekanan darah di arteri sentral, maka kita dapat memprediksi fungsi kognitif dan penurunan kognitif yang mungkin saja terjadi pada seseorang," tambahnya.

Dalam studi tersebut, Pase dan rekan-rekannya mengamati yang manakah dari pengukuran tekanan darah yang dilakukan dari lengan dengan arteri sentral yang memiliki keterkaitan kuat dengan kemampuan kognitif seseorang.

Dalam hal ini peneliti melibatkan 493 partisipan asal Australia berusia 20-82 tahun. Sebagian besar peneliti merupakan ras Kaukasia dan bukan perokok yang tidak memiliki riwayat stroke ataupun demensia.

Kemudian partisipan diminta melakukan sejumlah tugas untuk mengukur berbagai jenis kemampuan kognitif seperti pemrosesan visual, daya ingat, kemampuan rekognisi (mengenali sesuatu) dan kecepatan memproses informasi. Tak lupa peneliti juga mengukur tekanan darah partisipan baik dari lengan maupun arteri sentral.

Hasilnya, tekanan darah tinggi pada arteri brachial dikaitkan dengan performa dalam tes pemrosesan visual yang lebih buruk. Namun tekanan darah tinggi pada arteri sentral dikaitkan dengan buruknya perfoma pada tes-tes kognitif lainnya, termasuk pemrosesan visual, rekognisi dan kecepatan memproses informasi.

"Hal ini menunjukkan bahwa tekanan darah sentral merupakan alat prediksi yang lebih sensitif terkait penuaan kognitif," simpul Pase seperti dilansir Foxnews.

Pase menduga seiring dengan bertambahnya usia seseorang maka arteri utamanya mengencang dan dengan elastisitas yang semakin berkurang, otak menerima lebih banyak darah yang tekanannya tinggi, yang pada akhirnya dapat merusak kemampuan kognitif otak.

Studi ini akan dipublikasikan dalam jurnal Psychological Science.

Sumber: Detik

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Deteksi kanker ovarium

Setelah kanker payudara, kanker ovarium merupakan 'bencana' bagi setiap wanita yang mengidapnya. Namun, 'bencana' bisa diatasi apabila kita telah mendeteksi sedini mungkin. Sebuah cara untuk mendeteksi kanker ovarium di stadium awal memiliki "potensi" untuk dikembangkan lebih lanjut. Tumor di ovarium sangat sulit di deteksi pada stadium awal, sehingga akan terlambat unruk mengobatinya ketika tumor itu ditemukan. Sebuah uji coba yang dilakukan oleh peneliti di Amerika Serikat, kepada 4.051 perempuan menunjukan sebuah metode yang bisa membedakan siapa yang membutuhkan pengobatan. Namun, penelitian lebih besar yang dilakukan di Inggris akan memberikan kesimpulan final saat prosesnya selesai pada 2015 mendatang. Ada tingkat kesembuhan hingga 90% ketika kanker ovarium berhasil dideteksi dini, dibandingkan dengan kurang dari 30% jika kanker ditemukan di stadium lanjut. Tak seperti kanker lainnya, gejala kanker ovarium yang umumnya seperti nyeri panggul dan perut ata

Deteksi dini benjolan di payudara

Wanita muda di usia produktif rawan terkena benjolan pada payudara, namun Anda tidak perlu cemas. Benjolan di payudara mungkin bukanlah kanker payudara, momok yang paling menakutkan bagi setiap orang. Sejauh ini, kanker payudara menempati posisi kedua dengan insiden sebesar 2181 kasus baru per tahun atau menempati 21% dari seluruh penderita kanker di Indonesia berdasarkan data Patologi Anatomi Indonesia 2006. Jumlah ini membengkak karena pasien yang datang untuk berobat ke dokter sudah pada stadium lanjut. Minimnya informasi yang diterima dan rasa malu membuat seorang wanita mengabaikan gejala awal kanker payudara. Padahal, dengan penanganan secara dini, kanker payudara bisa disembuhkan. “Benjolan di payudara bukan menjadi petaka bagi seorang wanita. Bila ditangani sejak dini dan menjalani pengobatan, maka diagnosa akan lebih cepat diketahui,” kata Angela Giselvania, spesialis onkologi di RS Gading Pluit pada acara yang seminar bertajuk “Mengenali, Mengatasi, dan Mencegah Benjolan di P

Waspadai 5 gejala kanker serviks

Gejala kanker serviks seringkali disalahartikan sebagai gejala menstruasi biasa. Salah satu hal yang menyebabkan kanker serviks menjadi berbahaya adalah gejalanya yang tak jelas sehingga terlambat untuk dirawat dan diobati. Kanker serviks sering ditemukan ketika sudah sampai tahap sedang dan menunjukkan gejala berbeda antara satu wanita dan wanita lainnya. Untuk itu sebaiknya wanita selalu mewaspadai gejala kanker serviks yang tersembunyi, seperti dilansir oleh Health Me Up berikut ini. 1. Pendarahan yang tak normal Setiap wanita yang memiliki kanker serviks sering mengalami pendarahan yang tak normal pada vagina mereka. Pendarahan ini bisa bervariasi dari parah hingga biasa dalam sebulan. 2. Keputihan Salah satu tanda kanker serviks adalah peningkatan keputihan yang tak wajar. Meski begitu ini seringkali berbeda-beda pada wanita satu dan lainnya. Biasanya keputihan berbau tak sedap, kental, dan mengandung jamur. Jika Anda mengunjungi ahli kandungan, sebaiknya jelaskan pada dokter men